Cerita Singkat Akhirnya Kuliah di KOREA

Oleh: Heri Akhmadi.
Phd Student di Kangwon National University, HEAT Scholarship Awardee 2021.

Perkenankan saya memulai tulisan ini dengan mengucap Alhamdulillaah…segala puji hanya milik Allah, Tuhan seru sekalian alam. Ya Alhamdulillaah, karena tanpa pertolongan dan nikmat Tuhan rasanya saya tidak akan sampai pada kondisi saat ini. 

Saat saya menulis artikel ini, saya sedang menjalani karantina wajib (mandatory quarantine) setelah saya sampai di Korea. Ini adalah bagian dari 14 hari karantina yang wajib dijalani oleh setiap orang asing yang datang ke Korea di kala pandemi ini.

Ya Alhamdulillaah…akhirnya saya sampai di Korea dan Alhamdulillaah sudah mulai kuliah saya disini (meski masih online). Ya karena kuliah semester ini (Saya masuk di Fall Semester 2021) sudah dimulai sejak 1 September 2021 lalu. Ini merupakan second semester kalau di Korea. First semester atau Spring Semester dari Maret-Agustus, lalu second atau Fall Semester dari September-Februari. Dan uniknya dikatakan mulai bulan September itu bener-bener mulai dari tanggal 1 (1 September 2021 jatuh pada hari Rabu), kalau di Indonesia biasanya mulai September itu bisa tanggal 1 atau tanggal berapa dan mulainya ya hari senin…hehe. Jadi per tanggal 24 September 2021 saat artikel ini dibuat saya sudah masuk pekan ke 4 kuliah. Nanti insyaAllah sy buat artikel khusus tentang sistem pendidikan di Korea. Tapi kalau ada pembaca mau tahu terlebih dulu bisa juga baca di www.studyinkorea.go.kr, website resmi tentang pendidikan di Korea.

Tangkapan Layar Kegiatan Orientasi Mahasiswa Baru Untuk International Student Kangwon National University 2021

Sekilas Perjalanan S3

Pada dasarnya tidak ada alasan khusus kenapa akhirnya saya ambil PhD di Korea. Ini adalah perjalanan panjang dari studi S3 saya…(biar kelihatan dramatis…hehehe). Ya, saya sendiri sudah mulai merencanakan atau memimpikan studi lanjut S3 di luar negeri sejak tahun 2016 (5 tahun lalu…lama juga ya…haha). Ya tahun itu tepatnya di Bulan Februari 2016 sy mulai bergabung sebagai dosen di Prodi Agribisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Sejak awal kami diterima menjadi dosen sudah “didoktrin” oleh kampus bahwa belum “dianggap dosen kalau belum S3”. Dan Alhamdulillaah kampus sangat mendukung untuk studi lanjut S3, bahkan untuk dosen2 muda “diwajibkan” untuk kuliah di luar negeri. Bagi saya pribadi si kebeneran, saya sendiri S2 di luar negeri tentu ingin lanjut S3 di luar negeri lagi.

Persiapan untuk S3 pun langsung dimulai tahun itu juga. Pada bulan Agustus 2016 saya bersama beberapa teman dosen mengikuti “Super-intensive IELTS Course” selama sebulan penuh (full seharian dari Senin-Sabtu) di IEDUC Bandung (ceritanya bisa dibaca di sini) dengan full funding dari UMY…Alhamdulillaah…terima kasih UMY…hehehe (gedhe juga biayanya kalau bayar sendiri bagi dosen junior seperti sy). Ya, IELTS ibarat “SIM” pertama kalau mau studi di luar negeri (bisa juga si pakai TOEFL). Alhamdulillah hasil test IELTS pertama “lolos” skor minimal untuk bisa apply di luar negeri….(aliran minimalis…mayan dapet overal score 6,5 dg all band above 6…hehe). 

Tak berselang lama setelah mengikuti kursus dan test IELTS. Biro Sumber Daya Manusia (BSDM) UMY bekerjasama dengan DIKTI menyelenggarakan “Talent Scouting” yang intinya semacam kegiatan persiapan kuliah di luar negeri. Mulai dari cara membuat proposal riset yang baik, cara menghubungi/email calon supervisor, mendaftar beasiswa dan lain sebagainya. Terakhir tahun 2020 saat pandemi virus corona saya juga kembali mengikuti “Talent Scouting” yang diadakan resmi oleh DIKTI.

Setelah IETLS dan Talent Scouting, rasanya lengkap sudah “senjata” dan bekal untuk ke langkah selanjutnya yaitu “berburu” kampus dan beasiswa. Mencari kampus dan beasiswa ini bisa dua hal yang simultan bersama-sama atau juga bisa sendiri-sendiri. Karena pembiayaan kuliah di luar negeri jika dibiayai oleh beasiswa umumnya dua macam, satu paket antara kuliah dan beasiswanya (misal HEAT Scholarship Korea, ASEAN Scholarship di Thailand dll) dan terpisah antara kuliah dan beasiswanya (misal LPDP).

Cerita Akhirnya Kuliah Ke Korea

Pada pertengahan tahun 2019, sebelum corona melanda, saya mendapatkan broadcast WA (saya lupa dari siapa pertamanya) tentang pembukaan beasiswa HEAT Scholarship dari Korea. Sesuai namanya, Higher Education for ASEAN Talents (HEAT) Scholarship ini memang beasiswa “khusus” dari Korea dalam hal ini The Korean Council for University Education (KCUE) yaitu semacam lembaga kerjasama kampus-kampus di Korea (lebih detail bisa lihat di sini) dengan the ASEAN-Korea Cooperation Fund (AKCF), yang ditujukan untuk pada dosen perguruan tinggi (syaratnya kampus yang minimal ada program S1) di ASEAN.

Tanpa pikir panjang saya lalu segera membaca ketentuan dan persyaratannya. Waktu itu merupakan pembukaan bach 2 untuk tahun akademik 2020 (Fall Semester, intake September 2020). Jadi pada tahun 2020 HEAT Scholarship membuka 2 kali seleksi, pertama untuk Spring Semester (intake Maret 2020) dan Fall Semester (intake September 2020). Meskipun jumlah yang diterima tiap tahun tidak banyak, hanya 30 orang se-ASEAN atau 3 orang per negara per tahun. Dan pada Batch 2 tahun 2020 ga tahu juga sudah berapa yang diterima dari Indonesia, artinya peluangnya antara 1 atau maksimal 2 orang saja (3 orang per tahun/2 batch) yang diterima dari Indonesia. Tapi sekecil apapun peluang beasiswa ini tidak saya lewatkan.

Ya maklum lah kalau bicara beasiswa kuliah di luar negeri untuk dosen di Indonesia memang akhir-akhir ini menyedihkan (sorry jadi curhat…hehe). Dulu tahun sebelum tahun 2014, ibaratnya asal punya Letter of Acceptance (LoA) dari kampus di luar negeri “hampir pasti” diterima beasiswa BPPLN Dikti karena kuotanya bahkan tidak terpenuhi tiap tahun (mungkin 1000an kuota tiap tahun). Tapi setelah itu minim sekali beasiswa untuk dosen (tinggal ratusan bahkan 2021 cuma 50), dan menyedihkan lagi pada tahun 2020 kemarin sama sekali tidak ada kuota yang disediakan oleh baik DIKTI maupun LPDP (karena alasan pengalihan dana untuk pandemi corona). Tp bahkan sebelum corona pun kuota beasiswa kuliah di luar negeri untuk dosen sangat minim (dibandingkan periode2 sebelumnya). Bayangkan saja menurut data PDDIKTI Kemendikbud, dari total 293.856 dosen di Indonesia ada setidaknya 207.568 dosen di Indonesia dengan latar belakang pendidikan S2, okelah ambil 10% saja yang ingin kuliah S3 di luar negeri, berarti ada 20 ribuan dosen. Dengan kuota cuma 200an bahkan malah tinggal puluhan perlu berapa abad periode beasiswa diperlukan??. Btw, topik ini mungkin akan panjang kalau mau dibahas…disimpang dulu, nanti perlu artikel sendiri untuk bahas ini…hehe

Singkat cerita akhirnya saya pun mendaftar HEAT Scholarship Batch 2 tahun 2020. Waktu itu persiapannya tidak begitu matang, aplikasi pun sy kirim bener2 last minutes. Sekitar jam6 sore WIB pada tanggal terakhir deadline…hehe. Sempat kepikiran juga masih diterima ga. Btw, selang beberapa waktu kemudian saya dapat email dari Office of International Affair Kangwon National University (KNU) kalau saya lolos seleksi administrasi dan diminta persiapan mengikuti wawancara yang waktunya akan disampaikan kemudian. Tapi sedihnya, setelah menunggu kurang lebih dua minggu, bukanya dapat email jadwal wawancara, tp malah email yang menyampaikan kalau KNU sudah mendapatkan kandidat penerima beasiswa untuk HEAT Scholarship Batch 2 tahun 2020. Atau dengan kata lain proses aplikasi saya tidak dilanjutkan alias saya tidak diterima. Sedih juga si…hehe. Apalagi tidak dijelaskan kenapa keputusa itu. Btw, saya balas emailnya tetap dengan mengucapkan terima kasih sudah mengikuti prosesnya dan semoga lain kali saya berhasil.

Selain mendaftar di HEAT Scholarship, pada periode 2017-2020 saya juga mencoba peruntungan beasiswa lainnya. Untuk Beasiswa DIKTI (BPPLN) dan LPDP jujur belum pernah mencoba karena syaratnya harus ada LoA dan waktu itu belum ada LoA. Pernah coba apply LoA ke University of Reading, tp belum beruntung meski calon supervisor sudah Ok. Beasiswa yang pernah saya mendaftar DAAD Jerman, tp ini juga kandas…haha. Terakhir hampir bersamaan dengan aplikasi HEAT Scholarship 2021 saya juga mencoba apply FULLBRIGHT Scholarship 2021 (in take 2022)…tp kandas juga…haha…mantap dah gagal maning…gagal maning son…haha

Untuk aplikasi ke Fullbright jujur memang saya mempersiapkan seadanya. Jadi waktu itu sudah kurang motivasi kuliah di Amrik (gara2 Donal Trump yg rasis…haha). Tp mengingat sedikitnya peluang beasiswa di Indonesia, sekecil apapun peluang beasiswa yang ada selama saya memenuhi kualifikasi persyaratan pendaftaran saya usahakan. Selain itu motivasi konyol saya cuma ingin bener2 nyoba apply Fullbright saja, ga cuma sekedar baca tp bener2 mendaftar. Jadi memang diawal sudah tidak niat diterima. Salah juga si sebenarnya…hehehe.

Diterima Beasiswa HEAT Scholarship Korea

Setelah gagal total pada seleksi HEAT Scholarship Batch 2 tahun 2020, sekitar awal 2021 saya kembali dapat informasi kalau HEAT Scholarship kembali menerima aplikasi untuk intake 2021 (Fall Semester/September 2021). Dan untuk tahun ini (2021) hanya ada satu batch penerimaan saja. Langsung saja saya persiapkan berkas aplikasi dengan mengevaluasi aplikasi tahun 2020. Sy update CV dan perbaiki poin yang perlu saya tampilkan menyesuaikan dengan requirement dan juga jurusan yang saya tuju. Saya juga kembali melakukan test IELTS karena test terakhir 2018 sudah expired (dari awal persiapan S3 tahun 2016 total 3x test IELTS…haha).

Selanjutnya setelah semua berkas lengkap dikirimlah filenya. Hingga singkat cerita setelah sekitar sebulan lamanya saya mendapatkan email pengumuman kalau saya lolos seleksi berkas dan diundang untuk interview melalui Zoom pada waktu yang ditentukan. Alhamduillaah akhirnya satu tahap dilampaui.

Pada tahap interview, jujur saya belum punya pengalaman ini sebelumnya. Dulu sewaktu S2 diterima ASEAN Scholarship di Chula, Thailand, tidak ada proses interview. Hanya seleksi berkas dan Alhamdulillaah diterima. Oleh karena itu, untuk mempersiapkan interview selain searching materi di internet saya juga berkonsultasi dengan kawan saya Mas Beni (sesama alumni Chula) yang kebetulan sedang S3 di Korea. Barangkali ada hal khusus yang biasanya ditanyakan khusus untuk seleksi kuliah di Korea. Saran teman saya sederhana, inti wawancara adalah menanyakan kesiapan hidup di Korea. Intinya ini kandidat nantinya bisa bertahan menjadi mahasiswa untuk hidup di Korea ga?. Dan bener juga, ternyata saat wawancara inti yang didiskusikan adalah kesiapan hidup di Korea. Misal masalah bahasa, meskipun tidak dipersyaratkan secara akademik bagaimana jika harus belajar bahasa Korea. (Makasih ya Mas Beni advice nya…hehe)

Dan Alhamdulillaah selang beberapa waktu berikutnya setelah wawancara saya mendapat kabar dari Office of International Affairs (OIA) KNU bahwa saya lolos seleksi wawancara. Tapi ini belum selesai bos…haha. Ditegaskan di emailnya, bahwa saya diterima dalam proses wawancara untuk selanjutnya diajukan ke Korean Council for University Education (KCUE) Korea sebagai funder dari HEAT Scholarship. Jadi di HEAT Scholarship, meski seleksi dilakukan oleh universitas. Tp penentuan penerima beasiswa tetap oleh KCUE sebagai penyandang dana. Karena akan disesuaikan kuota per negara dan per kampus penerima. Gampangnya begini, kuota HEAT Scholarship tiap tahun 30 orang dibagi 10 negara ASEAN yang akan diterima di 6 kampus di Korea. Artinya kuota maksimal per negara 3 orang mahasiswa (30/10 negara) dan per kampus 5 orang (30/6 kampus). Dan Alhamdulillaah akhirnya selang beberapa waktu kemudian saya dapat email lagi dari OIA KNU kalau saya disetujui oleh KCUE sebagai penerima HEAT Scholarship awardee 2021 (Fall Semester 2021). Wah syujud syukur Alhamdulillaah…

(NOTE: Mengenai apa itu HEAT Scholarship, bagaimana proses pendaftaran, aplikasi dan seleksi beasiswanya silakan baca artikel saya mengenai HEAT Scholarship atau bisa klik di sini siapa tahu ada yg tertarik apply beasiswa ini. Atau bisa juga baca pembukaan aplikasi HEAT Scholarship tahun 2022 dari kampus saya Kangwon National University yang sudah buka pendaftaran, silakan klik di sini)

Selanjutnya setelah diterima, dikirim Letter of Acceptance dan Scholarship Certificate untuk keperluan pengajuan visa dan proses keberangkatan lainnya. Tentang pengajuan visa dan proses keberangkatan ini juga banyak cerita dramatisnya. Sampai hampir sempat diminta ambil “study leave” gegara aplikasi visa sempat tidak dibuka (kecuali tertentu) oleh Kedutaan Korea di Indonesia (KVAC) karena kasus corona sedang naik-naiknya. Nanti satu artikel sendiri juga yg ini insyaAllah…hehe. Termasuk proses keberangkatan hingga karantina di Yangpyeong seperti saat ini juga ada ceritanya…haha

[BACA: HEAT Scholarship, Beasiswa S3 Di Korea Untuk Dosen Dari Asia Tenggara]

Deja Vu Cerita Kuliah di Thailand

Ya itulah kisah singkat cerita saya hingga akhirnya kuliah S3 di Korea saat ini. Tentu masih banyak cerita lain yang insyaAllah saya share lagi di blog ini. Tapi sebelum tulisan ini ditutup, ada satu hal yang perlu saya tuliskan di artikel ini. Bahwa cerita perjalanan kuliah saya hingga ke Korea ini kalau dipikir-pikir seperti Deja Vu kuliah S2 saya di Thailand.

Kalau ingat cerita S2 dulu pada dasarnya saya “tidak ada” rencana kuliah di Thailand. Kebetulan waktu itu istri saya sudah kuliah duluan (karena sudah diterima sekolah sebelum kami menikah). Sehingga mau tidak mau sebagai suami yang “bertanggungjawab” saya harus mendampingi istri menyusul kuliah di sana…hehehe. Btw, kelihatannya tidak sekedar itu ada cerita juga jauh sebelumnya yg mungkin menemukan benang merahnya…sudah pernah saya tulis di blog ini juga. Dulu waktu saya S1, saya pernah berseloroh dengan teman, kalau mau belajar pertanian mungkin lebih tepatnya bukan ke Amerika, tp ke Thailand yang karakteristik pertanian dan masyarakatnya mirip dengan kita (padahal waktu itu cita-cita saya malah ingin kuliah di Amerika). Dan meski saya tidak belajar pertanian murni di Thailand, tp akhirnya kuliah di sana juga. Terlepas dari kisah saya harus menemani istri kuliah di sana.

Tentang kuliah di Korea ini juga kelihatannya agak serupa. Tahun 2019 (sebelum corona) sekitar bulan April saya pertama kali ke Korea. Kebetulan dari Prodi Agribisnis UMY ada kegiatan Joint Seminar dengan Hankyong National University dan dilaksanakan di Korea. Waktu itu (hanya 2 tahun lalu) belum terbersit pun di pikiran saya untuk kuliah S3 di Korea. Tapi saya ingat dulu pernah baca majalah Time, kalau ga salah edisi tahun 2007 yang membahas mengenai keberhasilan Walikota Seoul waktu itu yaitu Lee Myung Bak, merubah Seoul menjadi kota metropolitan kelas dunia. Kelak Lee Myung Bak akhirnya menjadi Perdana Menteri Korea. Salah satu yang menarik dari artikel itu adalah bagaimana kondisi Korea tahun 70an hingga 80an yang masih kumuh. Kemudian menjadi negara maju dengan kemajuan industri, bisnis bahkan budaya saat ini. Saya juga pernah baca artikel Dubes Korea Untuk Indonesia (lupa tahunnya) tentang perubahan Korea yang sebenarnya bisa juga ditiru oleh Indonesia. Kita tahu tahun 70an secara GDP Indonesia dan Korea hampir sama, bahkan kadang Indonesia lebih tinggi GDPnya. Tahun 60an kalau lihat liputan video did Seoul kumuhnya tidak kalah dengan kawasan kumuh Jakarta. Tapi kalau saat ini dibandingkan tentu sudah tidak apple to apple. Saya ingat saat itu sempat bergumam dalam hati, mestinya kita harus belajar dari Korea bagaimana mereka membangun bangsa. Korea merdeka dari Jepang di tahun 1945 bulan Agustus, sama dengan Indonesia. Periode 1960an hingga 70an kondisinya masih hampir sama. Tapi setelah itu hingga saat ini terasa sekali bedanya. Korea dengan teknologi, industri, (Samsung, Hyundai, LG dll) bahkan budayanya (Kpop, Kdrama dll) begitu mendunia. Kita harus benar-benar belajar dari Korea.

Demikian, cerita singkat awal perjalanan studi saya di Korea. Mohon doa dari semua untuk kelancaran dan kesuksesan studi saya. InsyaAllah selanjutnya akan saya share potongan-potongan perjalanan saya selama studi di blog ini. Ditulis di Room 415, Sono Moon Hotel, Yangpyeong, Korea di saat karantina. 

Room saya saat menjadi “manusia gua” selama karantina corona di Korea.

Sono Moon Hotel, Yangpyeong, South Korea, Jumat, 24 September 2021.

References:

Advertisement

10 comments

  1. Azyan · · Reply

    Kak mau nanya nih…
    1. Setelah pengumuman tahap wawancara ke pengumuman final dari pihak penyandang dana. Itu berapa hari kak jaraknya?

    2. Peluangnya setelah tahap wawancaranya dengan seleksi final dari penyandang dana. Itu berapa persen ya kak peluangnya. Makasih

    Like

    1. Dear Mas Azyan, terima kasih untuk pertanyaannya. Sorry late reply.
      1. Setelah pengumuman dari wawancara sampai final decision oleh penyandang dana (KCUE) tidak ada range waktu yg pasti, karena dari kampus sendiri juga tidak tahu. Itu sudah domain dari KCUE, tp pengalaman saya sekitar satu sampai 2 bulan tidak lebih. Tp sekali lagi ini tidak bisa jadi patokan.
      2. Peluangnya setelah wawancara sy juga tidak tahu karena kita tidak tahu siapa saja yang lolos wawancara dari kampus kita dan kampus lainnya serta dari negara mana saja. Karena kuota beasiswa berkaitan dengan proporsi yg diterima di kampus dan negara asal kandidat. Problemnya di HEAT ini pengumuman langsung ke personal, jadi di satu kampus pun tidak tahu siapa saja yg daftar dan siapa saja yg diterima, baik dari seleksi administrasi sampai final decision.

      Like

  2. Terima kasih atas sharing pengalamannya di blog ini, Pak Heri. Kalau boleh bertanya, apakah Pak Heri ada pengalaman melakukan apostile ijazah S2 Bapak untuk aplikasi beasiswa S3 ke Korea? Saya kebetulan mendapat gelar S2 dari luar negeri juga, dan baru mendapat informasi kalau proses apostille hanya bisa dilakukan dinegara tempat ijazah diterbitkan. Kalau berkenan sharing juga, Pak. Terima kasih.

    Like

    1. Terima kasih Mas Aries sudah mampir di blog saya.
      Untuk pengurusan apostile ijasah memang lazim di minta oleh kampus Korea. Pengalaman saya cukup Challenging kalau tidak mau dikatakan panjang urusannya…hehe. Jadi panjang juga ceritanya. Btw, intinya kalau mau apostile ijazah dibedakan menjadi dua. Diurus sendiri atau diurus orang lain (temen atau agen). Karena akan beda persyaratannya.

      Like

      1. Aries · ·

        Setuju, Pak, cukup repot juga hehehe. Saya kebetulan juga sedang melakukan pengurusan sendiri. Hanya saja baru terinfo kalau ijazah S2 saya harus di-apostile di AS (lokasi kampus S2). Kalau Pak Heri dulu apakah harus mengurus apostile ijazah S2 ke Thailand juga atau ada cara lain, Pak? Terima kasih sebelumnya

        Like

      2. Untuk saya Alhamdulillaah tidak karena dulu pernah ke Bangkok dan sempat minta official copy jadi sudah punya. Tp pengalaman istri saya yg ijazahnya (S2) juga dari Thailand sama seperti itu, harus ngurus ke Thailand.

        Like

  3. Terima kasih atas sharing infonya Pak Heri..mau tanya,apakah saat pengurusan VISA di KVAC utk awardee HEAT Scholarship program itu msh perlu keterangan rek bank dgn minimal saldo tertentu?
    atau sama spt GKS Schokarship yg dibebaskan dr syarat tersebut krn biaya study & hidup ditanggung oleh pemerintah Korea
    Terima kasih sebelumnya Pak Heri..stay healthy

    Like

    1. Untuk pengajuan VISA tetap perlu melampirkan bank certificate (rekening koran), tp tidak ada persyaratan jumlah minimal saldonya. Hanya saja ada disarankan yg “pantas”, meski tidak ada ukurannya. Ada yg berpendapat setidaknya senilai biaya hidup sebulan di Korea. Meski ini tidak ada dasarnya, tp buat kira-kira sj.

      Like

  4. Untuk biaya jika bawa keluarga bagaimana pak? Saya ada 1 orang anak dn rencana membawa pasangan. Apa asuransi dan pendidikan anak tercover dg beasiswa tsb?

    Like

    1. Salam kenal Mba Suci, sorry late reply.

      Kalau di beasiswa saya (HEAT Scholarship) asuransi dan pendidikan anak&pasangan tidak dicover. Jadi harus bayar sendiri. Demikian juga biaya hidup tidak ditanggung. Tapi insyaAllah masih nyukup. Banyak juga teman2 GKS yang secara nilai beasiswa masih di bawah HEAT Alhamdulillaah bisa hidup juga meski bawa keluarga dan ada anak. Ngga usah khawatir mba…hehe

      Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: