Oleh: Heri Akhmadi, M.A.
Menyusul terjadinya ricuh demonstrasi di Bawaslu dalam Aksi 22 Mei (22 Mei 2019), pemerintah dalam hal ini Menteri Komunikasi dan Informatika berdasarkan arahan dari Menteri Kordinator Bidang Politik dan Keamanan akhirnya mendown layanan sosial media WhatsApp, Instagram dan Facebook. Dengan alasan untuk mencegah tersebarnya berita hoax dari kegiatan aksi yang berujung ricuh tersebut.
Saya sendiri kurang setuju sebenarnya dengan penutupan layanan sosmed ini, karena ini terkesan pemerintah ingin membatasi informasi. Sementara dengan oligarki politik dan ekonomi saat ini, dimana media mainstream hampir semuanya “dikuasai” pemerintah, sosial media merupakan saluran warga untuk mendapatkan media pembanding. Meskipun demikian saya memahami dampak yang mengancam dari sosial media bagi kita semua.
Sosial media memang menjadi kekuatan yang luar biasa saat ini. Dengan pengguna lebih dari separo penduduk Indonesia (data lembaga riset we are sosial sebesar 56%), tentu menjadi kekuatan yang luar biasa. Sudah terbukti di beberapa negara seperti Mesir, Sudan dll, sosial media berpengaruh pada gerakan sosial yang besar yang bahkan bisa menumbangkan sebuah pemerintahan. Wajar saja kalau pemerintah membatasi, meski juga ada hal lainnya yang juga menjadi perhatian.
Adalah “Algoritma Sosial Media” atau ada yang menyebut dengan “Filter Buble” dari sosial media yang membuat pengguna sosmed perlu hati-hati dalam menggunakan aplikasi ini. Dalam sejarahnya Algoritma atau Algorism (diambil dari nama penemunya, ilmuwan matematika Islam Abu Ja’far Muhammad Ibnu Musa Al-Khwarizmi (780-850 masehi) pada dasarnya hanyalah cara/langkah-langkah menyelesaikan untuk menyelesaikan masalah.
Adapun algoritma sosial media sendiri secara ringkas dipahami sebagai mekanisme dari sosial media untuk menampilkan atau menyuguhkan informasi, updates, dan apa saja yang tampil di akun medias sosial seseorang sesuai dengan karakteristik, profil, kesukaan dan hal lainnya dari pengguna tersebut. Oleh karena itu, sebagai contoh bisa jadi sesuatu yang sedang trending yang tampil pada akun sosial media seseorang sangat jauh berbeda dengan orang lain pada saat yang sama.
Hal ini artinya, seorang pendukung satu aliran cenderung akan menerima informasi sesuai dengan alirannya. Seorang yang menyukai hal tertentu cenderung akan mendapatkan informasi tentang hal tersebut. Tentu hal ini akan menciptakan satu dunia sendiri yang bisa jadi berbeda dengan dunia orang lain
Hal lainnya adalah munculnya berita hoax. Berita hoax pada dasarnya bukan hal yang baru, namun dengan sosial media bisa semakin berbahaya. Kenapa?, di sosial media kita mendapatkan berita dari orang yang kita kenal (berteman dll), oleh karena itu ketika mereka menyebar berita cenderung kita mempercayainya karena yang bawa berita orang yang kita kenal. Bahkan terkadang berita yang sampai tidak kita kroscek, atua sekedar dibaca kontennya. Hanya judulnya saja namun sudah mengambil kesimpulan.
Tulisan saya ini pada dasarnya materi khutbah saya yang pernah saya sampaikan di Masjid Al Amin, Godekan Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta. Saya sedikit beri tambahan pengantar sesuai kondisi saat ini.
Selamat membaca
Perkembangan teknologi informasi memang telah memudahkan manusia dalam berkomunikasi. Namun, seperti pisau bermata dua selalu ada positif dan negatifnya. Diantara dampak negatifnya adalah banyaknya informasi yang belum jelas sumber dan kebenarannya yang pada akhirnya bisa menimbulkan dampak yang tidak saja menjadi sampah informasi tetapi pada tahap tertentu bahkan bisa membahayakan hubungan antar manusia seperti informasi yang bersifat fitnah atau yang dikenal di dunia informasi sebagai HOAX. Menurut kamus Oxford, hoax didefinisikan sebagai sesuatu yang tidak benar dan menipu.4
Fenomena berita hoax pada dasarnya bukan hal baru. Bahkan pada zaman Nabi Muhammad SAW pun kasus berita hoax ini pernah terjadi. Sebagaimana diriwayatkan dalam Tafsir Ibnu Katsir, bahwa suatu ketika Rasulullah SAW pernah mengutus Al Walid bin Uqbah bin Abi Mu’it untuk mengambil zakat orang-orang Banil Musthaliq. Kaum Bani Musthaliq sebelumnya belum masuk Islam, dan setelah mereka masuk Islam pimpinan mereka Al Haris Ibnu Abi Dirar berjanji mengumpulkan zakat kaumnya untuk diserahkan.
Hingga saat yang dijanjikan, pimpinan Bani Musthaliq sudah mengumpulkan zakat dan bahkan mengadakan penyambutan terhadap utusan Rasul yang dikabarkan akan mengambil zakatnya. Di lain pihak, utusan Rasul yaitu Al Walid bin Uqbah juga telah siap melaksanakan tugasnya mengambil zakat Bani Musthaliq. Ketika sampai di dekat daerah Bani Musthaliq, Al Walid merasa gentar dan mengira bahwa kaum Bani Musthaliq bermaksud menyerangnya (padahal dia belum sampai dan justeru mereka bermaksud menyambutnya). Selanjutnya dia (Al Walid) kembali ke Madinah dan melaporkan ke Rasulullah SAW dan menyampaikan kepadanya bahwa Bani Musthaliq tidak mau membayar zakat bahkan akan menyerangnya. Mendengar laporan tersebut Rasulullah SAW merasa marah dan mengirim pasukan untuk menyerang Bani Musthaliq. Di pihak lain kaum Bani Musthaliq yang merasa sudah menyiapkan zakat tapi tak kunjung diambil berencana menyerahkan langsung ke Madinah. Hingga akhirnya kedua kelompok bertemu dan hampir saja terjadi pertempuran sebelum akhirnya ada klarifikasi oleh pimpinan Bani Musthaliq kepada Rasulullah SAW.
Peristiwa Bani Musthaliq tersebut menurut beberapa ahli tafsir merupakan asbabun nuzul turunnya ayat ke 6 surat Al Hujurat. Secara lengkap ayat 6 surat Al Hujurat berbunyi (terjemahannya):
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al Hujurat, 6)
Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsir Al Qur’an Al‘Azhim mengatakan bahwa, “Allah Ta’ala memerintahkan untuk melakukan kroscek terhadap berita dari orang fasik. Karena boleh jadi berita yang tersebar adalah berita dusta atau keliru.”
Pada ayat di atas kita jumpai kalimat “fatabayyanuu” diterjemahkan dengan “periksalah dengan teliti”. Maksudnya telitilah berita itu dengan cermat, tidak tergesa-gesa menghukumi perkara dan tidak meremehkan urusan, sehingga benar-benar menghasilkan keputusan yang benar.
Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim berkata, “Allah Ta’ala memerintahkan untuk melakukan kroscek terhadap berita dari orang fasik. Karena boleh jadi berita yang tersebar adalah berita dusta atau keliru.”
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di saat menerangkan ayat di atas, beliau berkata, “Termasuk adab bagi orang yang cerdas yaitu setiap berita yang datang dari orang kafir hendaknya dicek terlebih dahulu, tidak diterima mentah-mentah. Sikap asal-asalan menerima amatlah berbahaya dan dapat menjerumuskan dalam dosa. Jika diterima mentah-mentah, itu sama saja menyamakan dengan berita dari orang yang jujur dan adil. Ini dapat membuat rusaknya jiwa dan harta tanpa jalan yang benar. Gara-gara berita yang asal-asalan diterima akhirnya menjadi penyesalan.
Berita yang perlu dikonfirmasi adalah berita penting, ditunjukkan dengan digunakannya kata naba’untuk menyebut berita, bukan kata khobar. Prof. Dr. Quraish Shihab dalam bukunya Secercah Cahaya Ilahi halaman 262 membedakan makna dua kata itu. Kata naba’ menunjukkan berita penting, sedangkan khobar menunjukkan berita secara umum.
Al-Qur’an memberi petunjuk bahwa berita yang perlu diperhatikan dan diselidiki adalah berita yang sifatnya penting. Adapun isu-isu ringan, omong kosong, dan berita yang tidak bermanfaat tidak perlu diselidiki, bahkan tidak perlu didengarkan karena hanya akan menyita waktu dan energi.
Para ahli hadis memberti teladan dalam mentabayyun berita yang berasal dari orang yang berkarakter meragukan. Mereka telah mentradisikan tabayyun di dalam meriwayatkan hadis. Mereka menolak setiap hadis yang berasal dari pribadi yang tidak dikenal identitasnya atau pribadi yang diragukan integritasnya.
Sebaliknya, mereka mengharuskan penerimaan berita itu jika berasal dari seorang yang berkepribadian kuat (tsiqah). Untuk itulah kadang-kadang mereka harus melakukan perjalanan berhari-hari untuk mengecek apakah sebuah hadis yang diterimanya itu benar-benar berasal dari sumber yang valid atau tidak.
Tetapi sayang, tradisi ini kurang diperhatikan oleh kaum muslimin saat ini. Pada umumnya orang begitu mudah percaya kepada berita di koran, majalah atau media massa. Mudah pula percaya kepada berita yang bersumber dari orang kafir, padahal kekufuran itu adalah puncak kefasikan. Sehingga dalam pandangan ahlul hadis, orang kafir sama sekali tidak bisa dipercaya periwayatannya.
Dalam era informasi saat ini, mudah sekali orang percaya dan menyebar-nyebarkan kabar berita yang tidak jelas asal dan sumbernya dari mana. Lebih parah lagi dengan adanya aplikasi gadget seperti BBM dsb-nya, sebagian orang acap kali mem-broadcast kabar berita yang isinya sampah, hoax dan menyesatkan. Terkadang isinya tidak saja kabar yang belum tentu kebenaranya, tapi juga hadist-hadist lemah (dha’if) dan bahkan palsu (maudhu’) banyak disebar dan malah edit, dibuat-buat untuk menakut-nakuti.
3 Langkah “Saring sebelum Sharing”
- Cek benar atau tidak
- Cek bermanfaat atau tidak
- Cek tepat atau tidak waktunya saat disampaikan
Wallahu A’lam
Sumber Bacaan:
- We Are Social. Digital 2019:Indonesia. Accessed from: https://datareportal.com/reports/digital-2019-indonesia
- Tekno Sains.com. Algoritma dan Pemrograman. Accessed from: http://teknosains.com/sains-teknologi/algoritma-dan-pemrograman-itu-apa-sih
- Aulia Adam. 2017. Filter Bubble: Sisi Gelap Algoritma Media Sosial. Accessed from: https://tirto.id/filter-bubble-sisi-gelap-algoritma-media-sosial-cwSU
- Images are grom google.