Oleh: Heri Akhmadi, M.A.
Bismillaah…
Pembaca yang budiman, tulisan saya mengenai Reformasi Ekonomi “2,5 Tahun” Umar Bin Abdul Aziz ini adalah materi khutbah jumat yang pernah saya sampaikan di Masjid As Shafir KBRI Bangkok pada hari Jumat, 19 September 2014 (lebih dari satu tahun yang lalu). Selain itu, karena tulisan ini berasal dari materi khutbah, jadi gaya penulisannya tentu tidak seperti tulisan biasa. Saya sengaja mempertahankan sebagaimana aslinya biar menjadi pembeda dengan tulisan saya lainnya. Catatan lainnya, beberapa kalimat doa dan pengantar yang berbahasa arab tidak saya cantumkan di sini. Semoga bermanfaat.
Khutbah Pertama
Hadirin Sidang Jum’at Rahimakumullah..
Mari kita syukuri segala kenikmatan yang telah Allah berikan, segala kesempatan yang Allah hadirkan kepada kita meski kadang kita malu karena banyaknya dosa dan maksiat yg telah lakukan namun Allah yang Maha Pemurah senantiasa memberikan kesempatan sekali lagi pada kita. Semoga kita termasuk orang yang mampu untuk memanfaatkan kesempatan yang belum tentu datang lagi ini….
Berapa banyak diantara saudara kita yang pada saat ini tidak bisa merasakan seperti yang kita laksanakan, baik karena belum tergugah imannya, sedang dalam perjalanan atau sedang terkena musibah terbaring di rumah sakit atau kendala lainnya…
Kita tentu berdoa dan berharap bahwa pada kesempatan lainnya mereka bisa kembali melaksanakan dan merasakan sebagaimana kita laksanakan pada hari ini.
Hadirin jamaah jumat rakhimakumullah
Baru saja kita sebagai bangsa melaksanakan hajatan besar 5 tahunan, pemilu legislative dan pemilu presiden. Banyak harapan tentunya digantungkan pada anggota dewan dan presiden terpilih. Cita2 reformasi yg digaungkan sejak 15 tahun lalu memang sebagian sudah dirasakan oleh kita semua. Banyak prestasi yang sudah diukir oleh pemerintahan yg ada selama ini.
Kebebasan pers dan kemerdekaan berbicara serta berpendapat merupakan salah satu diantara buah reformasi yg kita rasakan. Pertumbuhan ekonomi yg relative tinggi juga telah mengantarkan Indonesia termasuk salah satu 20 besar ekonomi di dunia, satu-satunya negara asean yang masuk G-20. Dan merupakan kekuatan ekonomi terbesar di ASEAN.
Namun demikian diantara berbagai prestasi tersebut, masih banyak “pekerjaan rumah” (PR) reformasi yg belum terselesaikan juga. Bahkan seolah semakin jauh dari harapan. Korupsi contohnya, bahkan terasa tidak ada habisnya. Merata dari pusat hingga daerah, dari pegawai biasa sampai pejabat tinggi negara. Persoalan lainnya adalah dalam bidang ekonomi. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia memang menunjukkan prestasi luar biasa, dari data selama 10 tahun terakhir “Gross Domestic Product” (GDP) Indonesia telah tumbuh 4 kali lipat (200 M USD – 800 M USD), GDP per kapita naik 5 kali lipat (dari $ 700 mjd $ 3,500). Pertanyaannya apakah pertumbuhan yg tinggi tersebut telah merata dinikmati oleh semua rakyat ato tidak? Jumlah rakyat miskin memang cenderung menurun (16% – 11%), tp jumlahnya serasa tetap pada kisaran 30an juta. Pengangguran juga menunjukkan tren penurunan (10% – 6%) tp sekali lagi jumlahnya masih jutaan (8 jutaan).
Secara ekonomi, pemerataan hasil pembangunan bisa dilihat dari index GINI yang menggambarkan sebaran penghasilan dari penduduk dengan penghasilan tertinggi dan penghasilan terrendah. Dengan range nilai dari 0 sampai 1, dengan ketentuan nilai mendekati nol berarti disparitas penghasilan kecil artinya antara penduduk berpenghasilan tertinggi dan terrendah tidak terpaut jauh. Demikian sebaliknya. Berdasarkan index GINI ini ternyata Indonesia mengalami kanaikan dari 0,29 pada tahun 2002 menjadi 0,38 pada 2012, artinya ada kecenderungan bahwa terjadi ketimpangan dalam pendapatan. Artinya pertumbuhan ekonomi tinggi, tp distribusinya timpang. Atau dengan kata lain orang kaya semakin kaya, yang miskin tidak banyak terangkat dari kemiskinannya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa 90% perekonomian Indonesia dikuasai hanya 2% orang. Dan yang lebih menyedihkan dari 2 persen itu mayoritas bukan orang Islam.
Hal ini tentu tidak sesuai dengan prinsip Islam dalam distribusi ekonomi sebagaimana disebutkan dalam Al Quran Surat Al Hasyr ayat 7 :
Apa saja harta rampasan (fay’) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan; supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya di antara kalian saja. Apa saja yang Rasul berikan kepada kalian, terimalah. Apa saja yang Dia larang atas kalian, tinggalkanlah. Bertakwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (QS al-Hasyr [59] 7).
Hadirin sidang jumat rakhimakumullah…
Demikianlah potret sekilas kondisi negara kita. Sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia ini tentu menjadi keprihatinan kita. Lantas apakah Islam punya jawaban untuk situasi yang tidak mudah ini.
Karena Allah telah menggarisan dalam Al Quran bahwa kita adalah sebaik2 ummat :
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”(QS Âli ‘Imrân, 3: 110)
Rasulullah SAW juga bersabda bahwa kita telah dibekali modal kesuksesan di dunia yaitu :
Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi SAW bersabda :”Aku tinggalkan di kalangan kalian dua perkara, kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh pada dua perkara tersebut. Yaitu kitab Alloh (Al-Qur’an) dan sunnah Nabi-Nya (Al-Hadits)”—- diriwayatkan oleh Malik dalam Kitab Al Muwatho
Barangkali diantara kita akan menggumam bahwa kita semua sudah tahu hal itu. Tapi nyatanya banyak negara muslim seperti Indonesia justeru paling banyak rakyat miskinnya. Paling korup pemerintahannya. Apa yang salah?
Sebagai muslim yg beriman kita harus yakin bahwa konsep Islam adalah yg terbaik dan paling cocok untuk kita. Pertanyaannya kenapa kita tidak bisa mengaplikasikannya?. Mungkin kita perlu mencari role-model, contoh nyata yang pernah melaksanakannya. Sehingga kita tidak akan terjebak seperti kaum orientalis yang menganggap Islam hanyalah utopia.
Hadirin jamaah jumat rakhimakumullah…
Pada kesempatan ini Khatib ingin menyampaikan contoh nyata dari penerapan nilai-nilai Islam dalam perekonomian negara yang membawa kemaslahatan bagi umatnya. Ini adalah kisah tentang reformasi ekonomi Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari daulah Umayyah. Ada beberapa alasan kenapa khatib mengangkat kisah kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz ini :
- Beliau hidup dan memerintah masyarakat muslim tp bobrok akhlaknya
Meski tidak persis sama, barangkali kondisi ini hampir seperti negara kita Indonesia dan Negara muslim lainnya, mempunyai system hidup (Syariat ISLAM) yg baik tp realitas kehidupan sebaliknya.
- Hanya dalam waktu 2 tahun 5 bulan masa pemerintahannya dapat mengubah kondisi masyarakat yang korup, hedon, banyak ketimpangan sosial dan melakukan reformasi ekonomi menjadi masyarakat yang taat beragama, bersih dr korupsi dan tercipta pemerataan ekonomi. Diantara indikator kemakmuran yang pernah ada saat itu adalah ketika para amil zakat berkeliling perkampungan di afrika tapi mereka tidak menemukan seorang pun yang mau menerima zakat.
Bandingkan dengan kondisi masyarakat kita yang berebut zakat Rp.50,000 dengan mempertaruhkan nyawanya…innnalillah..
- Bisa dipertimbangkan sebagai role model pengelolaan pemerintahan
Secara ringkas kurang lebih seperti ini kisahnya :
Umar bin Abdul Aziz boleh dikata muncul di persimpangan jalan sejarah umat Islam di bawah kepemimpinan dinasti Bani Umayyah. Pada penghujung abad 1(pertama) hijriyah, dinasti ini memasuki usianya yang ke 60 (enam puluh), atau 2/3 (dua pertiga) dari usianya, dan telah mengalami pembusukan internal yang serius. Umar sendiri adalah bagian dari dinasti ini, hampir dalam segala hal. Walaupun pada dasarnya ia seorang ulama yang telah menguasai seluruh ilmu ulama-ulama Madinah, tapi secara pribadi ia juga merupakan simbol dari gaya hidup dinasti Bani Umayyah yang korup, mewah dan boros.
Itu membuatnya tidak cukup percaya diri untuk memimpin ketika keluarga kerajaan memintanya menggantikan posisi Abdul Malik Bin Marwan setelah beliau wafat. Bukan saja karena persoalan internal kerajaan yang kompleks, tapi juga karena ia sendiri merupakan bagian dari persoalan tersebut.
Ketika akhirnya Umar menerima jabatan ini, ia mengatakan kepada seorang ulama yang duduk di sampingnya, Al-Zuhri, “Aku benar-benar takut pada neraka.” Dan sebuah rangkaian cerita kepahlawanan telah dimulai dari sini, dari ketakutan pada neraka, saat beliau berumur 37 tahun, dan berakhir dua tahun lima bulan kemudian, atau ketika beliau berumur 39 tahun, dengan sebuah fakta: reformasi total telah dilaksanakan, keadilan telah ditegakkan dan kemakmuran telah diraih. Ulama-ulama kita bahkan menyebut Umar Bin Abdul Aziz sebagai pembaharu abad pertama hijriyah, bahkan juga disebut sebagai khulafa rasyidin kelima.
Lantas apa yang dilakukan Umar bin Abdul Aziz dalam masa singkat pemerintahannya :
- Memulai reformasi dari Diri Sendiri, Keluarga dan lingkungan Istana
Umar Bin Abdul Aziz menyadari dengan baik bahwa ia adalah bagian dari masa lalu. Ia tidak mungkin sanggup melakukan perbaikan dalam kehidupan negara yang luas kecuali kalau ia berani memulainya dari dirinya sendiri, kemudian melanjutkannya pada keluarga intinya dan selanjutnya pada keluarga istana yang lebih besar. Maka langkah pertama yang harus ia lakukan adalah membersihkan dirinya sendiri, keluarga dan istana kerajaan. Dengan tekad itulah ia memulai sebuah reformasi besar yang abadi dalam sejarah.
Begitu selesai dilantik Umar segera memerintahkan mengembalikan seluruh harta pribadinya, baik berupa uang maupun barang, ke kas negara, termasuk seluruh pakaiannya yang mewah. Ia juga menolak tinggal di istana, ia tetap menetap di rumahnya. Pola hidupnya berubah secara total, dari seorang pencinta dunia menjadi seorang zahid yang hanya mencari kehidupan akhirat yang abadi. Sejak berkuasa ia tidak pernah lagi tidur siang, mencicipi makanan enak. Akibatnya, badan yang tadinya padat berisi dan kekar berubah menjadi kurus dan ceking.
Setelah selesai dengan diri sendiri, ia melangkah kepada keluarga intinya. Ia memberikan dua pilihan kepada isterinya, “Kembalikan seluruh perhiasan dan harta pribadimu ke kas negara, atau kita harus bercerai.” Tapi istrinya, Fatimah Binti Abdul Malik, memilih ikut bersama suaminya dalam kafilah reformasi tersebut. Langkah itu juga ia lakukan dengan anak-anaknya. Suatu saat anak-anaknya memprotesnya karena sejak beliau menjadi khalifah mereka tidak pernah lagi menikmati makanan-makanan enak dan lezat yang biasa mereka nikmati sebelumnya. Tapi Umar justeru menangis tersedu-sedu dan memberika dua pilihan kepada anak-anak, “Saya beri kalian makanan yang enak dan lezat tapi kalian harus rela menjebloskan saya ke neraka, atau kalian bersabar dengan makanan sederhana ini dan kita akan masuk surga bersama.”
Selanjutnya, Umar melangkah ke istana dan keluarga istana. Ia memerintahkan menjual seluruh barang-barang mewah yang ada di istana dan mengembalikan uangnya ke kas negara. Setelah itu ia mulai mencabut semua fasilitas kemewahan yang selama ini diberikan ke keluarga istana, satu per satu dan perlahan-lahan. Keluarga istana melakukan protes keras, tapi Umar tetap tegar menghadapi mereka. Hingga suatu saat, setelah gagalnya berbagai upaya keluarga istana menekan Umar, mereka mengutus seorang bibi Umar menghadapnya.
Boleh jadi Umar tegar menghadapi tekanan, tapi ia mungkin bisa terenyuh menghadapi rengekan seorang perempuan. Umar sudah mengetahui rencana itu begitu sang bibi memasuki rumahnya. Umar pun segera memerintahkan mengambil sebuah uang logam dan sekerat daging. Beliau lalu membakar uang logam tersebut dan meletakkan daging diatasnya. Daging itu jelas jadi “sate”, Umar lalu berkata kepada sang bibi: “Apakah bibi rela menyaksikan saya dibakar di neraka seperti daging ini hanya untuk memuaskan keserakahan kalian? Berhentilah menekan atau merayu saya, sebab saya tidak akan pernah mundur dari jalan reformasi ini.”
Langkah pembersihan diri, keluarga dan istana ini telah meyakinkan publik akan kuat political will untuk melakukan reformasi dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam pemberihan KKN. Sang pemimpin telah telah menunjukkan tekadnya, dan memberikan keteladanan yang begitu menakjubkan.
- Efisiensi/Penghematan total dalam penyelenggaraan Negara
Langkah ini jauh lebih mudah dibanding langkah pertama, karena pada dasarnya pemerintah telah menunjukkan kredibilitasnya di depan publik melalui langkah pertama. Tapi dampaknya sangat luas dalam menyelesaikan krisis ekonomi yang terjadi ketika itu.
Sumber pemborosan dalam penyelenggaraan negara biasanya terletak pada struktur negara yang tambun, birokrasi yang panjang, administrasi yang rumit. Tentu saja itu disamping gaya hidup keseluruhan dari para penyelenggara negara. Setelah secara pribadi beliau menunjukkan tekad untuk membersihkan KKN dan hidup sederhana, maka beliau pun mulai membersihkan struktur negara dari pejabat korup. Selanjutnya beliau merampingkan struktur negara, memangkas rantai birokrasi yang panjang, menyederhanakan sistem administrasi. Dengan cara itu negara menjadi sangat efisien dan efektif.
- Redistribusi Kekayaan Negara
Langkah ketiga adalah melakukan redistribusi kekayaan negara secara adil. Dengan melakukan restrukturisasi organisasi negara, pemangkasan birokrasi, penyederhanaan sistem administrasi, pada dasarnya Umar telah menghemat belanja negara, dan pada waktu yang sama, mensosialisasikan semangat bisnis dan kewirausahaan di tengah masyarakat. Dengan cara begitu Umar memperbesar sumber-sumber pendapatan negara melalui zakat, pajak dan jizyah.
Dalam konsep distribusi zakat, penetapan delapan objek penerima zakat atau mustahiq, sesungguhnya mempunyai arti bahwa zakat adalah sebentuk subsidi langsung. Zakat harus mempunyai dampak pemberdayaan kepada masyarakat yang berdaya beli rendah. Sehingga dengan meningkatnya daya beli mereka, secara langsung zakat ikut merangsang tumbuhnya demand atau permintaan dari masyarakat, yang selanjutnya mendorong meningkatnya suplai. Dengan meningkatnya konsumsi masyarakat, maka produksi juga akan ikut meningkat. Jadi, pola distribusi zakat bukan hanya berdampak pada hilangnya kemiskinan absolut, tapi juga dapat menjadi faktor stimulan bagi pertumbuhan ekonomi di tingkat makro.
Itulah yang kemudian terjadi di masa Umar Bin Abdul Aziz. Jumlah pembayar zakat terus meningkat, sementara jumlah penerima zakat terus berkurang, bahkan habis sama sekali. Para amil zakat berkeliling di pelosok-pelosok Afrika untuk membagikan zakat, tapi tak seorang pun yang mau menerima zakat. Artinya, para mustahiq zakat benar-benar habis secara absolut. Sehingga negara mengalami surplus. Maka redistribusi kekayaan negara selanjutnya diarahkan kepada subsidi pembayaran utang-utang pribadi (swasta), dan subsidi sosial dalam bentuk pembiayaan kebutuhan dasar yang sebenarnya tidak menjadi tanggungan negara, seperti biaya perkawinan. Suatu saat akibat surplus yang berlebih, negara mengumumkan bahwa “negara akan menanggung seluruh biaya pernikahan bagi setiap pemuda yang hendak menikah di usia muda.”…subhanallaah…
Itulah sekilas kisah mengenai reformasi negara dan ekonomi Umar bin Abdul Aziz
Khutbah kedua :
Hadirin jamaah jumat rakhimakumullah
Dalam khotbah kedua ini, khatib ingin menyimpulkan dari Kisah Umar bin Abdul Azis ini. Satu hal yang kadang jadi petanyaan adalah : Apakah sejarah bisa berulang?
Sejarah selalu hadir di depan kesadaran kita dengan potongan-potongan zaman yang cenderung mirip dan terduplikasi. Pengulangan-pengulangan itu memungkinkan kita menemukan persamaan-persamaan sejarah, sesuatu yang kemudian memungkinkan kita menyatakan dengan yakin, bahwa sejarah manusia sesungguhnya diatur oleh sejumlah kaidah yang bersifat permanen. Manusia, pada dasarnya, memiliki kebebasan yang luas untuk memilih tindakan-tindakannya. Tetapi ia sama sekali tidak mempunyai kekuatan untuk menentukan akibat dari tindakan-rindakannya. Tetapi karena kapasitas manusia sepanjang sejarah relatif sama saja, maka ruang kemampuan aksinya juga, pada akhirnya, relatif sama.
Itu sebabnya Allah Subhaanahu wa ta’ala memerintahkan kita menyusuri jalan waktu dan ruang, agar kita dapat merumuskan peta sejarah manusia, untuk kemudian menemukan kaidah-kaidah permanen yang mengatur dan mengendalikannya.
“Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum mereka? orang-orang itu adalah lebihkuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri” (Ar Rum: 9).
Sejarah adalah cermin yang baik, yang selalu mampu memberi kita inspirasi untuk menghadapi masa-masa sulit dalam hidup kita. Seperti juga saat ini, ketika bangsa kita sedang terpuruk dalam krisis multidimensi yang rumit dan kompleks, berlarut-larut dan terasa begitu melelahkan. Ini mungkin saat yang tepat untuk mencari sepotong masa dalam sejarah, dengan latar persoalan-persoalan yang tampak mirip dengan apa yang kita hadapi, atau setidak-tidaknya pada sebagian aspeknya, untuk kemudian menemukan kaidah permanen yang mengatur dan mengendalikannya.
Masalah di Ujung Abad
Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam pernah menyatakan sebuah ketetapan sejarah, bahwa di ujung setiap putaran seratus tahun Allah Swt akan membangkitkan seorang pembaharu yang akan akan mempebaharui kehidupan keagamaan umat ini.
Itulah yang terjadi di ujung abad pertama hijriyah dalam sejarah Islam. Sekitar enam puluh tahun sebelumnya, masa khulafa rasyidin telah berakhir dengan syahidnya Ali bin Abi Thalib. Muawiyah bin Abi Sofyan yang kemudian mendirikan dinasti Bani Umayyah di Damaskus, mengakhiri sistem khilafah dan menggantinya dengan sistem kerajaan. Pemimpin tertinggi dalam masyarakat Islam tidak lagi dipilih, tapi ditetapkan.
Perubahan pada sistem politik ini berdampak pada perubahan perilaku politik para penguasa. Secara perlahan mereka menjadi kelompok elit politik yang eksklusif, terbatas pada jumlah tapi tidak terbatas pada kekuasaan, sedikit tapi sangat berkuasa. Sistem kerajaan dengan berbagai perilaku politik yang menyertainya, biasanya secara langsung menutup katup politik dalam masyarakat dimana kebebasan berekspresi secara perlahan-lahan dibatasi, atau bahkan dicabut sama sekali.
Dalam keadaan begitu para penguasa memiliki keleluasaan untuk melakukan apa saja yang mereka ingin lakukan. Maka penyimpangan politik segera berlanjut dengan penyimpangan ekonomi. Kezaliman dalam distribusi kekuasaan dengan segera diikuti oleh kezaliman dalam distribusi kekayaan. Yang terjadi pada mulanya adalah sentralisasi kekuasaan, tapi kemudian berlanjut ke sentralisasi ekonomi. Keluarga kerajaan menikmati sebagian besar kekayaan negara.
Itulah persisnya apa yang terjadi pada dinasti Bani Umayyah. Berdiri pada tahun 41 hijriyah, dinasti Bani Umayyah berakhir sekitar 92 tahun kemudian, atau tepatnya pada tahun 132 hijriyah. Tapi sejarah dinasti ini tidaklah gelap seluruhnya. Dinasti ini juga mempunyai banyak catatan cemerlang yang ia sumbangkan bagi kemajuan peradaban Islam. Salah satunya adalah cerita sukses yang tidak terdapat atau tidak pernah terulang pada dinasti lain ketika seorang laki-laki dari klan Bani Umayyah, dan merupakan cicit dari Umar Bin Khattab, yaitu Umar Bin Abdul Aziz, muncul sebagai khalifah pada penghujung abad pertama hijriyah.
Yang dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz adalah mempertemukan keadilan dengan kemakmuran. Ketika pemimpin yang saleh dan kuat dihadirkan di persimpangan sejarah, untuk menyelesaikan krisis sebuah umat dan bangsa. Dan itu bisa saja terulang, kalau syarat dan kondisi yang sama juga terulang. Dan inilah masalah kita, pengulangan sejarah itu tidak terjadi, karena syaratnya tidak terpenuhi.
Hanya saja kita tidak boleh berhenti bermimpi dan berharap bahwa suatu saat aka nada pemimpin ummat yg bisa mempertemukan keadilan dan kemakmuran. Contohnya sudah ada, tinggal kita menirunya.
Selanjutnya marilah kita berdoa dan memohon pada Allah SWT agar diberi kemampuan untuk menyongsongnya. Menghadirkan kepemimpinan ummat yg membawa maslahat.
Bangkok, 18 September 2014
References: