Oleh: Heri Akhmadi.
PhD Student di Kangwon National University, Korea.
Alhamdulllaah setelah sekian lama tidak ngeblog ini (satu tahun lebih…hehe), akhirnya bisa kembali ke blog ini. Tahun kemarin setahunan ngurus pemilu di Panwaslu Seoul, plus kesibukan penelitian untuk disertasi membuat tangan ini begitu berat ngurusin blog ini. Bismillaah, insyaAllah coba lagi menulis di sini.
Dan sesuai janji saya di artikel terakhir tentang “Islam di Korea (1): Sejarah Ringkas dan Perkembangan Islam di Negeri K-Drama” yang juga telah terbit di Book Chapter IMUSKA “Ketika Ramadhan Bersemi di Korea, Untaian Kisah Para Pencari Ilmu di Negeri K-Drama” tahun 2022 lalu, saya akan mencoba menyelesaikan artikel ini sebagai bagian lengkap dari tulisan ini. Bagian kedua ini akan bercerita tentang bagaimana saya dan umumnya muslim di Korea menjalankan keislaman di tengah-tengah penduduk Korea yang mayoritas bukan muslim (Kristen, Katolik bahkan tidak beragama).
Menjadi Minoritas Muslim di Korea
Menjadi muslim di Korea memang tidak mudah, karena sebagai minoritas tentu mempunyai akses yang terbatas dalam beberapa hal. Satu contohnya dalam hal makanan halal dan tempat ibadah yang tentu tidak sebanyak dan semudah di negara dengan mayoritas penduduknya Islam dalam mendapatakannya.
Hal lainnya yang juga menjadi catatan adalah dengan munculnya islamophobia akhir-akhir ini di Korea, misalnya dalam kasus penolakan pembangunan masjid di Daegu beberapa waktu lalu (Ji-hye, 2021). Bahwa masyarakat Korea yang relative homogen dari segi bahasa dan budaya, kelihatannya ada yang belum siap menerima sesuatu yang berbeda dari mereka, dalam hal budaya, agama dan mungkin juga ras serta warna kulitnya. Korea yang sudah sukses mengekspor teknologi (smartphone, mobil) dan budayanya (K-movie, K-drama, K-pop), namun belum siap menerima konsekwensi dari banyaknya orang yang tertarik dengan budayanya atau datang dan hidup di sini bersama (Sang-Hun, 2022).
Oleh karena itu, menjadi muslim di Korea tentu menantang. Walaupun secara umum orang Korea itu ramah dengan pendatang, sebagaimana yang penulis sendiri rasakan selama tinggal dan hidup di Korea.
Belajar Berbeda dari Muslim Berbagai Negara
Selain tantangan dari masyarakat Korea, menjadi muslim di sini juga harus beradaptasi dengan muslim lain dari berbagai negara. Karena orang Islam yang di Korea tidak hanya dari Indonesia, tetapi berasal dari berbagai negara dengan beragam latar budaya dan pemahaman Islam yang membentuknya.
Sebagai contoh di kota dimana saya tinggal saat ini, Kota Chuncheon di Provinsi Gangwon. Satu provinsi yang terletak di wiliayah paling ujung timur-utara atau timur laut Korea Selatan dan berbatasan langsung dengan Korea Utara.

Gambar. Masjid Umar Farooq (Lt.2), Kota Chuncheon
Belum ada data resmi mengenai berapa jumlah dan dari latar belakang apa saja muslim yang ada di Chuncheon ini. Namun berdasarkan yang ditemui di masjid satu-satunya di Kota ini, yaitu Masjid Umar Farooq, jumlahnya sekitar ratusan orang. Hal ini berdasarkan observasi sederhana dari jamaah sholat harian, sholat jumat dan sholat Ied yang pernah saya ikuti.
Mengenai keragaman asal negaranya, dari yang ditemui diantaranya berasal dari Usbekistan, lalu ada yang dari Pakistan, Indonesia, Bangladesh, Nigeria, Sudan, Saudi Arabia, Iran, Maroko dan mungkin lainnya yang belum penulis temui. Teman-teman dari Usbekistan merupakan jamaah mayoritas di Masjid Umar Farooq. Berdasarkan penuturan dari teman Uzbek, jumlahnya sekitar dua ratusan.
Beragamnya latar belakang orang Islam yang tinggal di Chuncheon dan Korea ini berimbas pada beragamnya praktek peribadatan yang dilakukan oleh mereka. Jadi, kalau di Indonesia mungkin yang paling sering ditemui perbedaan antara qunut dan tidak qunut, di sini bisa lebih beragam lagi.
Salah satu contoh misalnya yang penulis alami saat pertama kali sholat jamaah di Masjid Umar Farooq Chuncheon. Walau secara umum dalam hal yang prinsip dan rukun masih sama, tetapi dalam praktek lainnya beragam. Mulai dari posisi tangan saat berdiri, tidak membaca amin secara jahr pada sholat-sholat jahr dan lainnya.
Saat bulan Ramadhan misalnya dalam pelaksanaan sholat withr, saat imamnya dari Sudan dia menggunakan cara tiga rakaat dengan dua salam. Sementara kalau imam dari Pakistan dia menggunakan tiga rakaat dengan satu salam, namun pada rakaat terakhir ada dua kali takbir sebelum ruku (ini salah satu yang baru penulis temui dalam praktek sholat withr). Ya tentu setiap pilihan amalan mestinya ada dasarnya. Penulis sendiri tidak mempermasalahkan, silakan dengan keyakinan masing-masing.

Gambar. Sholat Jumat di Masjid Umar Farooq, Chuncheon
Itu dari segi peribadatan dan pengelolaan masjid. Belum lagi jika dilihat dari latar belakang budaya dan masyarakat yang membentuknya, akan terasa sekali perbedaannya. Namun demikian, itu semua tidak lantas menjadikan ukhuwah diantara para jamaah menjadi sulit diwujudkan. Tidak ada yang complain atau mufaraqah (berpisah) dari sholat jamaah ketika salah satu menjadi jamaah yang kemungkinan sedikit berbeda dalam pengamalan ibadahnya. Semua mengikuti dengan seksama. Khusus mengenai Islam di Chuncheon insyaAllah suatu saat nanti akan saya buatkan tulisan tersendiri.
Demikian sementara tulisan tentang “Islam di Korea (2): Menjadi Minoritas (Muslim) di Korea”. Selain mengenai Islam di Chuncheon, tentang bagaimana Warga Negara Indonesia (WNI) muslim menjalankan keislamannya juga menarik untuk di tulis. Alhamdulillaah saya sudah cukup banyak berkeliling di komunitas WNI di berbagai kota di Korea, termasuk mengunjungi “Masjid Indonesia” yang banyak didirikan oleh WNI di berbagai kota seperti di Seoul (Masjid Al Falah), Ansan (Masjid Ansan), Gimhae, Ulsan, Busan, Daejeon, Daegu, Jeonju, Gunsan, Gumi, bahkan di Pulau Jeju. Menarik untuk diceritakan insyaAllah.
Chuncheon, 13 September 2024.
References:
Ji-hye, S. (2021). [Us and Them] Islamophobia emerges in Korea. The Korea Herald. Link:
Sang-Hun, C. (2022). How ‘Multiculturalism’ Became a Bad Word in South Korea. The New York Times. Link: https://www.nytimes.com/2022/03/01/world/asia/south-korea-diversity-muslims.html
kak, besok mei 2025 saya mau ke Korea, apakah ada masjid di sekitar chunchon?
LikeLike
Sorry late reply Mba Tata. Semoga lancar tripnya di Korea
LikeLike